Gereja tidak
lagi berupa bangunan menjulang tinggi ke atas, tetapi lebih berbentuk sebuah
"kemah" bebas bentang dengan orientasi melingkar.
Di Sebuah
desa di puncak bukit, dekat kota Kediri (Jawa Timur), hadir sebuah gereja kecil
yang sangat unik dan kaya akan bentuk maupun makna. Gereja ini begitu menyatu dengan alam dan
masyarakatnya yang ramah, seolah saling melengkapi. Sulit dibayangkan, bila kedua unsur yang
sudah menyatu tersebut dipisahkan.
Gereja Pohsarang dirancang oleh arsitek Belanda Mac
Laine Pont pada tahun 1936. Dalam
karyanya ini Gereja Pohsarang - ia mencoba menghadirkan suatu karya arbiter
yang memadukan kekuatankekuatan lokal baik berupa arsitektur, budaya,
masyarakat maupun alamnya (memiliki "jiwa tempat"), ke dalam sebuah
arsitektur gereja yang unik, fungsional can
inkulturatif (menyerap kebudayaan dan adat istiadat
setempat).
Arsitektur gerejanya sendiri merupakan perkembangan
dari arsitektur gereja modern. Gereja
tidak lagi berupa bangunan monumental yang menjulang tinggi ke atas (dengan
denah berbentuk salib seperti Gereja-Gereja Katedral pada umumnya), tetapi
lebih berbentuk sebuah "kemah" bebas bentang dengan orientasi
melingkar. DI samping itu, juga menekankan
pada komunikasi yang ba k antara pemimpin umat (pastor) dengan umatnya. Namun, modernisasi gereja Pohsarang bukanlah
sesuatu yang dipaksakan karena ia seolah hadir begitu saja secara wajar