Kamar Solek - Bagian Kedua (Nuansa Pedesaan)



Keempat ruang perawatan, masing-masing menghadirkan karakter interior maupun arsitektur sesuai dengan fungsinya. WAROENG DJAMOE yang idenya muncul dari warung-warung jamu di kota Denpasar tahun 1930-an, memiliki gaya arsitektur Bali dengan tiang saka kayu yang berumpak. Atapnya berilalang dengan bambu sebagai penopang maupun pengikatnya, dengan luas 4.85 m x 3.95 m, bangunan yang berlokasi tak jauh dari lobi hotel menjadi pusat/sentral dari seluruh kegiatan perawatan tradisional ini. Dilengkapi seperangkat meja kursi gaya kampung, para tamu mendapat tuntunan khasiat reramuan yang akan dipakai di KAMAR SOLEK maupun kamar-kamar perawatan lainnya.

     Tak jauh dari WAROENG DJAMOE, sebuah bilik mungil berkharisma yan dahulu merupakan tempat peraduan Pembesar Raja dari Sumenep (Madura) dua abad lalu, hadir diantara kolam lotus dan rerimbunan taman hotel bergaya Bali. Sulur ukir yang menghias setiap elemen bangunan kamar memendarkan warna perada emas murni.

     KAMAR SOLEK yang difungsikan sebagai ruang perawatan muka menghadirkan sentuhan gaya interior khas pedesaan. Dua buah kursi bambu tua, dua buah cermin khas dari sebuah desa, westafel kuno, serta papan reklame produk kecantikan tahun 1950-an hadir menjadi elemen dekoratif kamar untuk perawatan muka serta bersolek para tamu hotel.

Kamar Solek - Bagian Kedua (Nuansa Pedesaan)
     Di tengah kesunyian desa Canggu dan di tengah deru ombak Samudera Indonesia, alunan gamelan tradisional gerantang (gamelan dari bambu) lembut membuai para tamu yang sedang berelaksasi. Suatu kebanggaan tersendiri, bila sebuah hotel berbintang berhasil menyuguhkan nilai budaya tradisional warisan moyang kita kepada para tamu mancanegara.